Hukum Ketenagakerjaan
Minggu, 28 Oktober 2012
alat perlindungan diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya
Kelengkapan Alat Pelindung
Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Hal ini tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah :
• Safety Helmet
Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.
• Sabuk Keselamatan (safety belt)
Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat, dan lain-lain)
• Sepatu Karet (sepatu boot)
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
• Sepatu pelindung (safety shoes)
Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
• Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
• Tali Pengaman (Safety Harness)
Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
• Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
• Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).
• Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
• Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)
• Jas Hujan (Rain Coat)
Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).
Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L : Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan)
Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Alat_pelindung_diri
Selasa, 23 Oktober 2012
- Definisi
Definisi perjanjian kerja
menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh para pihak yang membuatnya. Namun, perjanjian kerja
pun dapat diakhiri bilamana:
- pekerja meninggal dunia;
- berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
- adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
- adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Berakhirnya perjanjian kerja sebagaimana tersebut di atas diatur dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Kerja yang Bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan
Pada dasarnya, sahnya suatu perjanjian dibuat berdasarkan syarat-syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yaitu :
- sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu hal tertentu;
- suatu sebab yang halal.
Syarat-syarat perjanjian sebagaimana
tersebut di atas, meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif. Apabila
perjanjian tidak sesuai dengan syarat subyektif pada angka 1 dan angka
2, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dan apabila perjanjian
tidak sesuai dengan syarat obyektif pada angka 3 dan angka 4, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum.
Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu
Setelah menmbahas mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam artikel sebelumnya, maka pada artikel ini akan dibahas mengenai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Sebagaimana menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), definisi perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.
Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu
Definisi perjanjian kerja menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Menurut Pasal 56 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu dan
untuk waktu tidak tertentu. Pada artikel ini akan dibahas mengenai
perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dalam Pasal 56 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan mengatur bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu
didasarkan atas jangka waktu atau selesainya satu pekerjaan tertentu.
Asas-asas dan Fungsi Penempatan Kerja
Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dalam Bab VI
mengatur mengenai Penempatan Tenaga Kerja. Dalam Pasal 32 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan, penempatan tenaga kerja kerja dilaksanakan berdasarkan
asas-asas sebagai berikut:
1. Terbuka
adalah pemberian informasi kepada
pencari kerja secara jelas, antara lain jenis pekerjaan, besarnya upah,
dan jam kerja. Hal ini diperlukan untuk melindungi pekerja serta untuk
menghindari terjadinya perselisihan setelah tenaga kerja ditempatkan.
2. Bebas
adalah pencari kerja bebas untuk memilih
jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas untuk memilih tenaga kerja,
sehingga tidak dibenarkan pencari kerja dipaksa untuk menerima suatu
pekerjaan dan pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima
tenaga kerja yang ditawarkan.
Langganan:
Postingan (Atom)